Seorang balita tampak asyik bermain dengan
gelas-gelas plastik di depan gubuknya. Bajunya lusuh, rambutnya kusut dan
kulitnya legam, sebagai anak yang tinggal di perkampungan pemulung,
penampilannya tampak wajar, sama seperti teman-temannya yang juga tinggal di
lokasi yang sama. Namun ada yang berbeda, balita itu tak pernah tersenyum.
Ialah Ilara Mulya,
umurnya 3 tahun. Seiring dengan namanya, hidup Ilara seolah selalu didera lara.
Terlahir di keluarga pemulung, Ilara sudah biasa dibawa ke tempat-tempat kotor
sejak bayi, menghabiskan waktu menemani orang tua dan neneknya memulung,
berteman debu, asap dan bakteri.
Saat umurnya 1 tahun 3
bulan, ayahnya tewas dibunuh ketika sedang memulung di taman sari. 44 hari
kemudian, ibunya kabur dari rumah karena tak tahan hidup menderita,
meninggalkan Ilara bersama neneknya yang juga sangat miskin. Sejak itu, Ilara
berhenti tersenyum.
Nenek Ilara juga adalah
seorang pemulung, sama seperti orang tuanya. Setiap hari sang nenek membawa
Ilara serta saat bekerja, Ia tak tega meninggalkan Ilara dirumah, karena
anak-anaknya yang lain juga memulung. Kini sang nenek tak mampu lagi bekerja
maksimal, sebelah matanya hancur terkena patahan kayu saat ia sedang memulung
sebulan yang lalu.
Beberapa bulan yang
lalu petugas survey dari sebuah lembaga internasional datang ke desa tempat
Ilara tinggal untuk keperluan pendataan calon penerima beasiswa, ia
mewawancarai nenek Ilara dan meminta data-data ilara,mencoba untuk mengetuk
pintu hati dermawan yang mau membantu biaya Ilara ketika ia sekolah nanti. Dua
minggu yang lalu, oleh lembaga yang sama, Ilara diajak berbelanja baju baru,
agar ia tampak bersih di hari lebaran nanti, memberi setetes pelipur bagi lara
Ilara.
Lembaga itu bukan satu-satunya, uluran bantuan
demi bantuan senantiasa mengalir dari mereka yang tulus. Meski belum mampu
melepaskan Ilara dari rantai kemiskinan, namun para penolong yang murah hati
sedikit banyak telah meringankan beban Ilara dan juga pemulung-pemulung yang
lain. Namun satu yang belum mampu mereka lakukan, mengembalikan senyum Ilara.
0 comments:
Post a Comment