Monday, October 20, 2014

WUUUUFFFFFFHHHHHH..

At Glance Report 2014
3rd Quarter Report 2014
Progress Report of EE Program
Loan Disbursement Document

Aku menatap catatanku dengan nanar. Semua laporan-laporan itu beberapanya sudah melampaui deadline, dan aku sudah menghiba-hiba line manager untuk memberiku sedikit waktu lagi. Toh bukan salahku. Sebagai orang yang ditunjuk untuk mengirimkan laporan kompilasi setiap bulan, beberapa keterlambatan seringkali disebabkan karena telatnya laporan yang aku terima dari lapangan. 

Baru saja kepalaku mulai merancang time table untuk menyelesaikan semua deadline itu, satu email masuk. Line manager lagi.

" Sister Intan, please prepare the workplan of your program and send me by the end of october"

Ya salaaaaammmm.. 

Dengan mengusap perut, aku berbisik " Sabar ya sayang, temenin Umi kerja, maaf ya sayang kalau capek.."

Seringkali aku berfikir " Kayaknya enakan jadi Ibu Rumah Tangga" .

Eits, benarkah?? Sungguh aku galau juga. Mendengar cerita teman-temanku yang IRT sejati, jadi stay at home Mom juga tidak lebih mudah dari menjadi working mom. Bekerja dari subuh sampai larut malam, mempersiapkan segala urusan rumah tangga, belum lagi memutar otak untuk mengatur semua pengeluaran yang sumber dana (rutin) hanya satu , sama sekali tidak terdengar mudah. Temanku yang IRT pernah berkata "Kamu enak Tan, pendapatan dua sumber, mau budgetin macem-macem ga pake pusing". Lah aku justru berfikir dia yang enak. Ga usah mikirin deadline setiap masa, bisa masak masakan kesukaan suami setiap hari, dan bisa membesarkan anak dengan optimal.

Memang sih, semua itu tergantung pribadi masing-masing. Kalau selalu bercermin pada kondisi orang, maka kita akan selalu merasa kondisi oranglah yang lebih baik. 

Padahal kalau dihitung-hitung, tak cukup angka untuk menghitung nikmat. Wuffhhh.. muhasabahnya harus dibenerin nih, supaya tidak mengeluh terus. Jadi Working Mom atau Stay at Home Mom, selalu ada harga yang harus dibayar untuk setiap keputusan yang kita ambil, ya kan?



Friday, August 29, 2014

Sekelumit Kisah Tentang Ijaliskus

Ini adalah kejadian nyata, kisah fakta, bukan fiktfi, yang terjadi beberapa minggu yang lalu. beberapa dari kalian yang pernah membaca dongeng karyaku yang berjudul "ksatria sixpack", pasti tak asing lagi dengan tokoh utama cerita tersebut, yaitu Ijaliskus, atau yang dalam dunia nyata bernama Shafrizal. Ia adalah salah seorang teman sekantorku yang baik hati, tidak sombong, rajin menabung dan tak faham apa itu Play Station. Dan ini, adalah sekelumit kisah tentang beliau..

Pada suatu hari, ketika Ijaliskus sedang melakukan tugasnya di lapangan.

Intan   : (menelpon). Bang Ijal, nanti sembari balik ke kantor tolong belikan kertas HVS ukuran folio satu kotak ya.

Ijaliskus : Bhaaiikk.. Akhan shaya lhaksanakhan (sumpah gaya bicara ala Aceh Belanda kayak gini bukan fiktif)

Intan : Ohya, jangan lupa minta kwitansi. Nanti uangnya diganti di kantor.

Ijaliskus : Okhheeyy..

Beberapa puluh menit kemudian, Ijaliskus kembali ke kantor menenteng plastik item.

Ijaliskus : Inhi phesanannyaa..

Dan friends,  Ijaliskus, dengan muka sumringah, merogoh plastik hitam tersebut dan menyerahkan segepok kwitansi kosong ukuran besar..

Intan : #termangumangu
Tuesday, August 19, 2014

ZAZIZUZEZO BALADO ( Balada Zazizuzezo pake ejaan bahasa Padang dan grammar bahasa Inggris)


" Akulah, Zazizuzezo, pangeran bergigi busuk. Aku datang untuk mengambil mainan kaliaaaannn.. HUWAHAHAHAHAHAHAHAHA..."

Itulah slogan khas Zazizuzezo yang masih aku ingat sampai sekarang. Bukan hanya itu, aku bahkan hafal penampakan fisiknya (buaya coklat dengan jubah drakula dan pashmina merah tersampir di punggungnya kayak supermen), latar belakang hidupnya (Dulu hidupnya sangatlah miskin, ortunya tak sanggup membawanya ke dokter gigi dan tak sanggup beli maenan, sehingga Ia terpaksa menjalani nasib sebagai makhluk bergigi busuk dan dimasa dewasa entah bagaimana caranya bisa jadi pangeran, tinggal di puri dan punya kebiasaan mencuri maenan anak-anak), pembantu setianya (tokoh berambut putih mirip Einstein, hidup di lab dalam puri dan suka menciptakan alat-alat canggih), kebiasaannya (nonton anak-anak maen dari monitor di purinya dan meluncur ke TKP dengan maksud mencuri maenan), bahkan ending cerita di setiap episode (gagal mencuri, lari tunggang langgang, menerobos masuk ke puri dan diakhiri dengan  menabrak si Einstein (mengabaikan fakta ilmiah bahwa keledai saja tak mau jatuh dua kali di tempat yang sama, apalagi Einstein, namun si Einstein selalu dan selalu dan selalu sedang berada di balik pintu ketika ditabrak)).

Friends, inilah sekelumit sejarah, mengapa blog ini bernama Zazizuzezo.

Berawal dari serial kartun yang selalu aku tonton setiap hari pada zaman masa mudaku dulu, aku menjadi agak terobsesi dengan Zazizuzezo. Padahal aku tahu dia tokoh antagonis, namun entahlah, mungkin juga didasari kenyataan bahwa aku juga bergigi busuk (Adek-adek.. jangan dibiasain tidur malam ga gosok gigi ya.. tar jadinya kayak Tante..), aku merasa senasib dengannya, karena itulah Ia begitu membekas. Itu alasan sekundernya.

Nah alasan primernya adalah yang paling absurd : Sedetil apapun aku mengingat Zazizuzezo dan menceritakannya kepada orang lain, orang-orang menatapku dengan tatapan kasian dan menganggapku berkhayal. Sahabat, teman sekelas, tetangga masa kecil, semua beranggapan demikian. Well, ga semua sih, ketika aku menceritakan pada suamiku perihal Zazizuzezo dan betapa orang-orang menganggapku sableng, pria sipitku tercinta yang baek budi itu menanggapi sambil menunduk "Kami dulu ga punya tipi..".Ah, aku jadi merasa bersalah..

Lelah dianggap mengada-ngada membuat obsesiku pada Zazizuzezo semakin menjadi. Membuktikan eksistensi Zazizuzezo mendadak menjadi misi yang begitu penting, sama pentingnya seperti segera pipis begitu kebelet.

Demi misi tersebut, aku mengabaikan pendapat teman-temanku dan beralih ke golongan berikutnya, yaitu golongan pecinta kartun. Setiap kali bertemu dengan orang-orang seperti itu, aku menanyakan apakah mereka pernah, sedang atau paling tidak tahu sedikit tentang Zazizuzezo. Yang aku harapkan adalah dukungan. yang aku dapatkan adalah ucapan "Wah, hayalanmu boleh juga". Dueeenggg..

Tiba-tiba aku teringat, dahulu kala, setiap kali aku nonton Zazizuzezo, aku selalu ditemani oleh adikku. Meski harapanku tipis, mengingat selisih usia kami yang hampir 8 tahun (maksudnya pas aku SD kan berarti dia masih bayi), aku tetap meminta dukungannya. Dan, pas, tepat seperti sudah kuduga. Adikku menyeringai ala serigala, menujuk mukaku dan cekikikan "hihihihihihihhihihihihihihihihihi"..

Sebagaimana orang-orang lain yang nyaris kehilangan harapan gara-gara selalu dianggap berkhayal, harapanku tinggal Mbah Gugel.

So, I tried. Several times. Hasilnya? Berputar-putar antara "Showing result of Zazizuzezo, no result for zazizuzeo" atau "Please check your spelling". Itu belum yang paling parah. Pernah diujung-ujung harapan, aku mencoba mencari Zazizuzezo di youtube. Setelah menunggu beberapa saat, muncullah beberapa icon video dengan judul dalam tulisan Jepang. Tak perlu bisa baca tulisan Jepang untuk tahu bercerita tentang apakah gerangan video-video dengan icon gadis tak tahu malu yang hanya bertutupkan secarik kain tipis dan seutas tali seperti itu. Fiuuhh..

Sebenarnya aku nyaris sableng beneran, aku hampir-hampir percaya bahwa Zazizuzezo itu tak lebih dari sekedar khayal, sekaligus tak percaya kemampuan berkhayalku bisa sekumplit itu. Namun, ah ya sudahlah. Apa boleh buat, fakta tak dapat kutunjukkan, bukti tak dapat kupersembahkan. Maka kuterima saja nasib ditertawakan orang sekampung.

Kawan, kalian saksinya...

Melalui tulisan ini aku mengadakan sayembara. Barang siapa yang bisa membantuku menunjukkan dan membuktikan eksistensi Zazizuzezo, jika dia perempuan muda menawan dan mandiri, akan kujadikan adik ipar. Dan jika dia adalah lelaki muda menawan dan mandiri, akan kujadikan sepupu ipar. Namun jika mereka sudah ada yang punya, akan kubalas kebaikan itu dengan sekotak Momogi.

Trust me.. I promise..





Monday, May 12, 2014

Dari Mama, Untuk Sanju..


Nak,
Apa kabar? Ini Mama.. Mama sangat rindu sama Sanju.. Sanju sehat-sehat kan? baik-baik kan? Mama harap Sanju bahagia dan selalu dalam lindungan Allah..

Nak,
Sepanjang hidup Mama, Mama selalu berfikir (dan selalu berusaha menganggap) bahwa Mama adalah orang yang bahagia. Alhamdulillah, nikmat Allah begitu banyak dan tak ada satupun yang patut Mama dustakan. Bahkan semua masa lalu, masa kelam, pengalaman-pengalaman buruk, semua Mama anggap hadiah dari Allah, agar Mama belajar menjadi manusia yang lebih baik. Intinya, Mama bahagia. Saat Papamu mengajak menikah, kebahagiaan Mama berlipat ganda. Papamu yang baik, sabar, tulus.. sungguh Mama merasa sebagai perempuan paling bahagia di dunia..

Ketika tak lama kemudian kamu hadir, Mama dan Papa sampai pada puncak bahagia yang tak pernah kami rasakan sebelummya, sehingga kami bingung harus bereaksi bagaimana ketika membaca hasil testpack. Bahagia yang membuncah menguasai hati kami sehingga Mama merasa jantung Mama hampir meledak. Bahagiaaa sekali Nak, membayangkan insyaallah tak lama lagi, seorang bayi, cahaya mata Mama dan Papa, akan hadir ke dunia. Seketika itu juga Mama dan Papa sepakat memanggilmu Sanju, kependekan dari Sandy Junior. Mama sama sekali tak keberatan kamu dipanggil dengan nama Papamu, karena Mama memang sangat berharap kamu mewarisi kepribadian Papamu, dan kalau bisa, warna kulitnya juga. hehehe..

Kehadiranmu dalam perut Mama adalah pengalaman yang sangat sangat sulit dilukiskan. Mendadak hidup Mama berubah. Mual dan pusing terasa begituu nikmat. Nyeri tulang ekor yang Mama rasakan ketika kamu mulai tumbuh besar pun terasa begituuu membahagiakan, karena Mama tahu, semua sakit itu adalah pertanda bahwa kamu tumbuh dengan baik..

Setelah melewati masa-masa 3 bulan pertama, Mama mulai enak makan, karena mual yang semakin berkurang. Namun ada yang aneh, Mama jadi cintaaaa sekali sama buah Pir. Mama bisa menghabiskan 1kg Pir dalam sehari, sampai Papamu geleng-geleng kepala. Sebaliknya, Mama jadi benciii setengah mati sama nasi, mencium aroma nasi yang sedang dimasak pun bisa membuat kepala Mama serasa berputar-putar. Namun demikian, Mama berusaha untuk menggantikan nutrisimu dengan jenis makanan lainnya, sayuran, buah, vitamin, susu, roti, apapun nak, yang penting kamu sehat..

Ketika umurmu memasuki 16 minggu, teman-teman Mama mulai berkomentar tentang kepribadian Mama yang mendadak aneh. Mama yang dikenal tukang dandan di kantor, sedikit demi sedikit mulai terlihat cuek. Mama tak pernah lagi memakai riasan mata. lama kelamaan, lipstik pun mulai lupa Mama pakai. Beberapa minggu kemudian, Mama mulai berangkat kantor hanya dengan pulasan bedak tipis, dan jilbab asal kancing. Semua aksesoris kewanitaan tak terjamah lagi oleh Mama. Awalnya Mama tak menyadari ada yang aneh, sampai teman-teman kantor Mama mulai protes. dan bukan itu saja, Mama pun mulai agak galak. hehehehe.. Teman-teman Mama memprediksi Mama mengandung anak laki-laki.

Saat usiamu 20 minggu, hasil USG menunjukkan bahwa Mama sedang mengandung anak laki-laki. Wah, Mama bahagiaa sekali. Papa juga. kami memang berharap kamu lahir sehat dan selamat, tak peduli apapun jenis kelaminmu. Paman-pamanmu juga tak kalah semangatnya. Yang satu tak sabar ingin mendaftarkanmu di Klub Tarung Drajat, dan satu lagi ingin mendaftarkanmu ke Klub Liverpool. The grandparents? semua berebut ingin membelikanmu peralatan bayi.

Namun ditengah kebahagiaan itu, Allah menguji kita, kakekmu jatuh sakit dan beberapa kali keluar masuk rumah sakit. Mama, Papa dan nenekmu mondar-mandir bergantian menjaga kakekmu di rumah sakit. awalnya semua baik-baik saja, sampai Mama mengalami pendarahan.. Ya Allah nak, Mama takuuuttt sekali. Mama takut sekali terjadi apa-apa pada kamu. Menuruti perintah dokter, Mama pun beristirahat dirumah, bahkan Mama dilarang ke rumah sakit menjenguk kakek karena Mama harus bedrest. Alhamdulillah, setelah beberapa kali dirawat, kakekmu bisa pulang kerumah, walau kondisinya masih lemah. Mama pun berkurang stressnya.

Nak,
Memasuki usiamu 22 minggu, rumah kita mulai rame, ada banyak sekali acara adat yang diselenggarakan untuk menyambutmu.  Mulai dari 7 bulanan yang mengundang nyaris semua handai tolan dan tetangga, sampai acara 7 bulan khusus keluarga besar, dan acara 7 bulanan khusus keluarga inti. Semua kita jalankan dengan hati bahagia, begituuu banyak orang yang mensyukuri kehadiranmu Nak.. Mama dan Papa apalagi, kami seperti terbang ke langit saking bahagianya.

Tak terasa, kamupun bertambah besar. Usiamu sudah 27 minggu. Mama menyimpan semua poto USGmu. Pertumbuhanmu bagus, organ-organmu lengkap, jaringan otakmu normal, dan kamu aktif sekali. Ini adalah masa-masa paling membahagiakan bagi Mama dan Papa. Kami membacakan ayat-ayat Al Quran sebelum tidur, agar kamu tidur nyenyak. Kami juga mulai membahas pola pengasuhanmu nanti. Namun yang paling membahagiakan adalah kamu punya respon yang sangat baik. Setiap Papa mengelus perut Mama, kamu menendang-nendang dengan kuat, begitu juga setiap kali Mama memanggil namamu, kamu bergerak lincah. Mama bahagiaaa sekali setiap merasakan gerakanmu. Sangat-sangat bahagia.

Ketika usia kandungan Mama 27 minggu, Mama mengalami gatal-gatal di sekitar perut. Beberapa orang mengatakan bahwa itu sangat wajar, karena perut yang membesar menyebabkan kulit mulai pecah dan membentuk selulit, selulit itulah yang mengakibatkan gatal. Semakin hari, gatalnya semakin parah. Bercak merah bentol-bentol seperti digigit semut mulai muncul di perut Mama. Kebetulan itu sudah waktunya kamu cek di dokter, maka Mama dan Papa pun pergi ke dokter kandungan yang kata teman-teman Mama alat USGnya lebih bagus dari dokter yang biasa Mama kunjungi. Sekalian ingin melihat kondisimu dan berkonsultasi tentang hal-hal lainnya. Setelah di USG dan diperiksa seperti biasa, dokter menanyakan apa keluhan Mama. Mama menyampaikan keluhan tentang kulit perut mama yang gatal-gatal. Seperti orang-orang lain juga, dokter mengatakan itu semua wajar. Mama tanya lagi, kalau sudah gatal menjurus pedih, dan muncul bercak kemerahan sampai bentol-bentol apa masih wajar? Dokter tetap mengatakan itu wajar, pakai minyak zaitun saja yang banyak, katanya. Keesokan harinya, gatal pedih dan bentol-bentol merah itu mulai menjalar ke paha dan lengan. Mama pun mulai curiga, ini pasti bukan gatal biasa. Maka Mama mengajak Papa ke dokter kulit. Mama malas ke ke dokter kandungan lagi, karena Mama tak suka diperlakukan seolah-olah hanya bisa mengeluh. Dokter kulit memeriksa kulit Mama, dan memberikan krim oles yang aman bagi kehamilan, untuk meredakan gatal. Krim itu lumayan membantu, tidak menyembuhkan, namun Mama jadi bisa tidur karena gatalnya berkurang.

Belum sembuh keluhan di kulit, memasuki 28 minggu kurang 3 hari, Mama merasakan sakit perut yang tak biasa. sakit yang menusuk, di perut kanan bawah. Karena masih sakit ringan, Mama membiarkan saja, namun besoknya sakit itu semakin terasa. Mama khawatir itu usus buntu, maka Mama dan Papa pergi kerumah sakit untuk diperiksa. Dokter berkata itu tak masalah, orang hamil biasa sakit ini dan itu katanya, dan Mama tak boleh mengeluh. Walaupun Mama agak tersinggung diperlakukan seolah-olah Mama pura-pura sakit, namun Mama pun agak tenang karena dokter bilang kamu baik-baik saja dan dari rumah sakit Mama langsung ke kantor.

Malamnya, Mama kesakitan. Sakit perut itu semakin menyebar. Awalnya ringan, namun semakin lama semakin sakit. Saat itu Mama berfikir mungkin kontraksi palsu. namun Mama tak bisa tidur, karena kontraksinya mulai teratur, 25 menit sekali. Nak, Mama banyaak sekali membaca artikel sejak awal kehamilan, dan saat itu Mama tahu, bahwa kontraksi yang Mama rasakan, bukanlah kontraksi palsu. Pagi itu juga, Papa dan Mama berusaha menghubungi hampir semua dokter kandungan di Banda Aceh, tapi mereka semua sedang ikut simposium di Medan. Papa kemudian membawa Mama ke salah satu rumah sakit swasta terbesar di kota ini untuk diperiksa. Kontraksi semakin intens disertai flek. Mama panik. 

Setibanya dirumah sakit, para bidan yang menangani Mama hanya memeriksa denyut jantungmu dengan alat yang didekatkan ke perut Mama, kemudian berkata bahwa kamu baik-baik saja. Mama hanya berlebihan, sakit seperti ini biasa bagi orang hamil, dsb dsb. Mama mengatakan bahwa Mama mengalami flek dan kontraksi teratur, namun hanya ditanggapi dengan "Ibu cuma kecapekan, biasa itu, pasti semalam habis begitu-begituan yaa". Sumpah Nak, Mama marah sekali mendengar itu. Mama memang bukan dokter, tapi Mama adalah pemilik badan ini dan Mama bukan seorang pengeluh, Mama tahu kondisinya tidak seringan itu, Mama tahu ada yang tak beres, namun Mama tak bisa berkata apa-apa karena menahan sakit. Setelah para bidan menelpon dokter kandungan yang biasa menangani Mama (mereka yang menelpon dan bicara pada dokter, bukan Mama yang menyampaikan keluhan Mama sendiri pada dokter),  Mama diberikan obat anti kontraksi dan disuruh pulang untuk bedrest. Mama berkeras ingin dirawat, namun para bidan itu meyakinkan Mama bahwa hal seperti ini biasa terjadi.

Pulang kerumah, Mama mencoba istirahat, namun tak bisa karena Mama sangat kesakitan, kontraksi mulai berjarak 15 menit sekali, dan flek sudah berubah menjadi darah. Mama dan Papa mencoba tetap positif, dengan minum obat anti kontraksi yang diberikan tadi. Namun kontraksi semakin intens, akhirnya Mama memohon untuk dibawa lagi kerumah sakit. Papa berusaha mencarikan dokter kandungan, karena Mama tak percaya lagi pada bidan apapun. Akhirnya Papa menemukan seorang dokter yang bisa segera memeriksa Mama.

Setelah diperiksa keadaan umum dan USG, ternyata firasat Mama benar Nak, yang Mama rasakan sejak kemarin adalah tanda akan melahirkan. "Tak mungkin kontraksi muncul tiba-tiba langsung intens, apalagi anak pertama. Ini pasti sudah berlangsung paling tidak 2 hari", kata dokter. Hasil tes menunjukkan leukosit yang agak tinggi, tanda bahwa Mama mengalami infeksi. Mama curiga infeksi itu berasal dari infeksi kulit, yang kemudian entah bagaimana akhirnya menyebabkan kontraksi. Dokter mencoba segala cara untuk menghentikan kontraksi. Injeksi pematang paru, anti kontraksi, antibiotik, dan segala macam jarum dimasukkan kedalam tubuh Mama. Sakit ditusuk-tusuk jarum sudah tak terasa lagi karena Mama bersedia melakukan apapun, apapun Nak, yang penting kamu baik-baik saja. 

Setelah 40 menit berusaha, kondisi Mama tidak membaik, kontraksi sudah nyaris tak bersela, Mama mulai menangis kesakitan, dan dokter memutuskan untuk memeriksa dilatasi. hasilnya, terlambat, bukaan sudah sempurna, kamu harus segera dilahirkan. Hari itu, 18 September 2013, kamu, anak Mama, yang kami panggil Sanju, lahir dengan proses persalinan normal. Tangisanmu meledak sesaat setelah kamu lahir, tangan dan kakimu bergerak-gerak melawan ketika digendong oleh dokter. Mama hanya melihatmu sedetik, ketika dokter kandungan menyerahkanmu ke dokter anak untuk dilarikan ke NICU. kamu begitu mungil.. kecil.. 1,2kg, namun tangisan dan gerak tubuhmu memberi Mama dan Papa harapan besar. "Anakku prematur, kecil, namun lengkap dan sehat, dia akan bertahan, insyaallah", begitulah suara dalam benak Mama. Papa terlihat sangat bahagia, berkali-kali Mama mendengarnya mengucap syukur. dan Mama? saking bahagianya Mama sampai tak merasa sakit ketika dokter melakukan jahitan episotomi.

Malam itu Mama tak bisa tidur sama sekali. Mama teringat Sanju.. Mama ingin sekali menggendong dan segera menyusui Sanju, tapi Mama tahu, bahwa NICU adalah tempat terbaik bagi Sanju saat itu. kamu butuh perawatan ekstra dan pengawasan penuh. Mama menghabiskan malam dengan bersyukur dan berkhayal, jika kamu sudah stabil dan boleh dibawa-bawa, Mama ingin sekali membawamu ikut bersama Mama ke tempat-tempat pengajian Nak.

Esok paginya, 19 September, nenekmu pulang kerumah setelah semalaman menginap dirumah sakit, beliau punya kewajiban lain dirumah, kakekmu masih butuh perawatan. Papa menerima telpon dari NICU, meminta Papa datang ke rumah sakit. Mama ketakutan setiap kali mendengar dering telpon, Mama takut telpon itu membawa kabar buruk. Namun wajah Papa tenang, maka Mama tenang. Tak lama kemudian Papa kembali dan mengatakan dokter memanggilnya untuk meminta persetujuan memasang alat bantu nafas yang lebih canggih padamu, karena kamu terlalu kecil, paru-parumu belum mampu bernafas walau sudah dibantu dengan alat nafas yang regular. Mama bertanya tentang keadaanmu, dan Papa bilang kamu sehat, tak henti-hentinya bergerak, matamu terbuka lebar dan melihat kesana kemari. Papa, dengan ditemani kakekmu yang satu lagi, bahkan sudah membeli beberapa peralatan mandi dan selimut (warna pink, karena itu warna kesukaan Mama, padahal tahu anaknya laki-laki.hehe) dan mengantarnya ke NICU. Papa tak diperbolehkan lama-lama bersamamu, karena kamu dibawah pengawasan dokter.

Menjelang siang,  Papa menerima telpon lagi dari NICU. Mama tak berprasangka apa-apa, namun wajah Papa berbeda. Papa menerima telpon itu diluar kamar perawatan Mama. Papa menyampaikan bahwa kondisimu memburuk. paru-parumu tetap tak mampu bekerja walau sudah dibantu alat, dokter meminta kami berdoa yang terbaik. Mama ketakutan setengah mati Nak. Mama mulai menangis. Papa juga. Kami berdoa dan memohon pada Allah untuk memberimu kesempatan hidup, kesempatan bagi Mama dan Papa untuk melihatmu tumbuh besar. Namun 30 menit kemudian dokter mengabarkan bahwa kamu sudah berpulang..

Dunia Mama seakan runtuh hari itu itu. hati Mama hancur, Mama berteriak-teriak tanpa sadar. Papamu berusaha menenangkan Mama, namun Mama sudah setengah sadar. entah beberapa jam kemudian Mama baru sadar sepenuhnya, ketika Mama sayup-sayup mendengar Papa berkata akan pulang kerumah untuk memakamkanmu. Papa menanyakan sesuatu, yang Mama jawab dengan gelengan, walau Mama tak faham apa pertanyaannya. Mama memohon pada dokter untuk pulang, namun dokter tak mengizinkan karena kondisi fisik Mama yang lemah dan mental yang tak stabil. Papamu pulang setelah menitipkan Mama pada Tante Norma dan Tante Ina.

Setelah 2 malam dirawat, Mama akhirnya bisa pulang. Kakekmu dari pihak Papa beserta beberapa anggota keluarga menjemput Mama dari rumah sakit. setibanya dirumah, orang-orang masih rame yang melayat. semua menangis, meyalami Mama, menyemangati Mama. Mama berusaha tegar di depan orang lain. Mama tak ingin menangis didepan orang lain. Mama berusaha terlihat kuat. Saat itu, Mama bertanya pada Papa, mengapa sebelum dimakamkan, Sanju tak dibawa keruang perawatan dulu untuk bertemu Mama. Papa menjawab, itu piliham Mama. Mama yang menolak ketika ditawarkan untuk melihat Sanju. Ah Nak, ternyata itu pertanyaan Papamu sebelum ia pulang. Mama setengah sadar waktu itu, sehingga menjawabnya dengan gelenganpun Mama tak ingat.

Hanya Papamu dan Allah yang tahu, betapa setiap malam Mama tak bisa tidur karena menangis. Saat itu Mama marah. marah pada dokter di rumah sakit A yang mengatakan Mama hanya berlebihan. marah pada bidan-bidan dirumah sakit B yang mengatakan semua normal-normal saja. marah pada semua dokter kandungan yang pernah Mama datangi selama hamil namun tak ada ketika dibutuhkan. . Mama marah pada diri sendiri yang masih saja melakukan pekerjaan-pekerjaan fisik yang berat padahal sedang hamil. Mama marah pada diri sendiri yang selama hamil seringkali stress memikirkan pekerjaan dan kondisi kakekmu. Setelah fase marah berakhir, Mama mengalami fase menyesal. menyesal karena merasa bersalah atas kematianmu. Menyesal karena merasa sudah menjadi ibu yang buruk. Mama menyesal dan menyalahkan diri Mama sendiri atas semua yang terjadi. Dan semua fase-fase itu Mama jalani sambil menangis. setiap malam. Mama berhenti menangis karena Papamu, sambil menangis, meminta Mama berhenti.

Sayang, satu hal yang selama ini belum pernah Mama sampaikan kepada siapapun, termasuk Papamu adalah, ketika hamil, Mama punya firasat, bahwa Mama akan kehilanganmu. Mama masih ingat dorongan-dorongan yang kuat dalam diri Mama yang membuat Mama seringkali membuka-buka blog tentang ibu yang kehilangan bayinya, dan bagaimana ia bisa tegar. seringkali Mama tiba-tiba entah bagaimana caranya, menemukan ayat-ayat tentang iman-iman yang diuji. Mama ingat, ketika kamu 20 minggu dalam kandungan, Mama memohon pada Papa untuk pergi ke toko perlengkapan bayi dan membeli perlengkapan untukmu. kata Papa "masih juga 5 bulan, jangan buru-buru". dan Mama menjawab "takut nanti nggak sempat lagi". Entah darimana jawaban itu datang, Mama mengucapkan itu tanpa berfikir. terucap begitu saja. Termasuk ketika beberapa akali USG, kamu selalu menyembunyikan wajahmu. Ketika akan dimakamkanpun, tanpa sadar mama menolak untuk melihatmu.  Setelah kamu berpulang baru Mama tahu, itulah firasat.. Ah Allah memang Maha Tahu, Ia pasti tahu bahwa jika Mama melihatmu, akan semakin sulit bagi Mama untuk Ikhlas..

Allah memang tak akan membiarkan hamba-Nya terpuruk terlalu lama. Allah mengirimkan seseorang untuk menasehati Mama. Orang tersebut adalah Ummi, ibunya Tante Ina, yang datang kerumah untuk merawat Mama setelah melahirkan. Ummi berkata bahwa saat ruh manusia ditiupkan, di dalam rahim, Allah menunjukkan kepada setiap kita sebuah presentasi, mengenai hidup kita, takdir kita, dan skenario apa yang akan kita jalani dalam hidup. Kemudian Allah memberi kita pilihan, untuk melanjutkan hidup atau kembali kepada Allah sebelum terlanjut berbuat mungkar. dan kamu, Sanju, memilih untuk berpulang. Sejak kamu meninggal, Mama sudah mendengarkan banyak sekali nasehat-nasehat dan petuah, namun nasehat Ummi adalah yang paling mengena di hati Mama. Mengetahui bahwa Allah memberimu pilihan, dan kamu menjalankan apa yang menjadi pilihanmu, membuat Mama sedikit lega. Mama sayang sama Sanju, Papa sayang sama Sanju, namun Allah lebih sayang, sehingga Allah menawarkan pilihan untuk menjagamu dengan tangan-Nya sendiri, dan kamu menyetujuinya..

Nak, 9 bulan sudah sejak kamu mengambil pilihanmu. Mama dan Papa merindukanmu setiap saat. Mama teringat padamu setiap Mama melihat bayi. Terkadang disaat iman Mama sedang fluktuatif, perasaan marah dan menyesal masih kadang-kadang muncul. namun Mama selalu dikuatkan. Papamu Nak, adalah tokoh dibalik ketegaran Mama.

Sanju anakku, Mama yakin kamu tahu bahwa Mama mencintaimu terangat sangat. Mama yakin kamu mencintai Mama juga. Mama yakin kamu tahu bahwa Mama dan Papa sudah berusaha sebaik-baiknya menjagamu. namun nak, Mama tetap ingin meminta maaf. Maafkan Mama jika tanpa Mama sadari, Mama membebanimu. Maafkan Mama nak, yang seharusnya lebih kuat menjagamu, mempertahanmu, membela hak Mama dan hak kamu untuk mendapatkan pengobatan terbaik. Maafkan Mama Nak.. 

Sayangku, cinta dan sayang Mama kepada Sanju takkan cukup dituliskan pada berapa halamanpun. Cinta Mama pada Sanju jauh lebih besar dari apa yang Mama tuliskan disini. Mama mungkin tak sempat melihat, menggendong dan menciummu, namun Mama yakin Sanju faham perasaan Mama, sedalam apa cinta Mama..

Cinta Mama lah yang membuat Mama akhirnya ikhlas melepas Sanju. Cinta Mama lah yang membuat Mama tegar bertahan. Cinta juga menghadirkan kamu di rahim Mama.. Mama dan Papa mempercayakanmu pada Allah, Ia akan menjagamu dengan baik, menjadikanmu malaikat kecil shaleh dan menempatkanmu di syurga-Nya.

Nak, hari-hari Mama dan Papa masih sepi, kami menanti hadirnya adik-adikmu. Semoga Allah berkenan mempercayakan Mama dan Papa anak-anak yang shaleh dan shalehah. kepada mereka nanti akan Mama dan Papa ceritakan kisah tentangmu. Tentang Sanju, abang mereka yang kuat dan hebat.

Baik-baiklah disana Nak.. Mama cinta Sanju..







Friday, May 9, 2014

Kismis..




Pada zaman dahulu.. tersebutlah seorang gadis kecil  baik budi rajin shalat rajin menabung dan manis abis, berjalan kaki dari sekolah menuju rumah. Gadis kecil itu baru kelas 3 SD. Masih kecil, tapi semburat merah wajahnya tak mampu menyembunyikan rencana alam untuk membentuknya menjadi seorang perempuan muda nan caem ketika ia dewasa nanti (Aiihh..). Ia menjejakkan kakinya dengan riang gembira, lengannya mengayunkan tas koper merk President. Pelajaran hari ini berjalan lancar. Cuaca pun elok untuk pejalan kaki, sejuk, dan angin berhembus semilir. Sesekali Ia melirik kearah jam Alba, hadiah ulang tahun dari Om nya yang baru seminggu ini melingkar di pergelangan tangannya. Pukul 11.00 pagi. "Hmmm... pulang kerumah, ganti baju terus minum sirup cap patung dingin sambil nonton "Giok Ditengah Salju" aaahh.." begitu fikirnya. Langkahnya semakin riang, tak sabar ingin segera tiba dirumah.

Setibanya dirumah, Ia mencoba membuka pintu rumah, tapi ups, ga bisa. Ternyata Ibunya yang seorang guru belum pulang kerja. "Mungkin Ibu ada rapat di sekolah".. gumamnya. Ia pun merogoh tas kopernya, berharap menemukan kunci cadangan disana, walaupun Ia setengah yakin melihat kunci tersebut di laci meja belajarnya tadi pagi. Nah kan bener.. kuncinya ga ada. Ketinggalan di kamar. Gadis itu duduk di kursi teras untuk sejenak beristirahat, sebelum kemudian memutuskan untuk pergi ke kantor ayahnya. Beginilah nasib anak yang kedua ortunya bekerja. Pulang sekolah ga ada yang tungguin. Huhuhuhu.. Anyway, Ia pun beranjak dari kursi, meninggalkan tas kopernya di depan pintu rumah (ga habis fikir juga kenapa anak SD mau-maunya jinjing tas koper, berat bow..) dan berlari menuju kantor ayahnya untuk mengambil kunci. 

Kantor ayahnya hanya berjarak 100 meter dari rumahnya,  sehingga perlarian (kan Ia berlari, bukan berjalan) ke kantor tersebut, mengetuk pintu ruangan, mengambil kunci dan berlari lagi ke rumah hanya mengambil masa tak lebih dari 10 menit. 

Setibanya lagi dirumah, Ia celingak celinguk. Kopernya hilang. Ia mencari-cari di sekitar pot bunga, mana tau ada anak tetangga yang iseng memindahkan, namun hasilnya nihil. Tak menemukan koper itu di sekitar teras, Ia pun berjalan perlahan memutari rumah, namun koper tak juga ditemukan. Ia mulai panik. Koper itu penuh dengan barang berharga. Buku tulis gambar Power Rangers hadiah dari Raymond Steven, teman sekelasnya, pencil 24 warna hadiah dari pamannya, serta buku-buku teks pinjeman dari perpustakaan yang kalau hilang dendanya bisa sejumlah jajan sebulan, semua ada dalam koper itu. Kasihan gadis kecil itu.. wajah manisnya memucat, pias.. Ia mulai menangis tersedu, bingung harus bersikap bagaimana. 

Demi mendengar isakan gadis itu, Mak Inong, tetangga depan rumah merasa prihatin. Jangan heran kenapa isakan kecil saja bisa kedengaran tetangga, maklum rumah di gang sempit, tetangga menguap saja kita bisa dengar :-D. Mak Inong keluar dari rumahnya dan bertanya " Kenapa kau nangis? lapar kau?" Gadis itu menjawab " Nggak Mak.. koper saya hilang.. tadi saya tarok sebentar didepan pintu karena mau ambil kunci ke kantor ayah. Pulang-pulang kopernya ilaaanngg.. huhuhuhuhhuhu". Isakan kecilnya berubah jadi tangis beneran.

"Hmmm.. ya udah. Kau masuk aja dulu kerumahmu, coba aku tanya sama si Iput anakku, apa dia ada liat koper kau", ujar Mak Inong. "Iya Mak", jawab si gadis. 

Setelah Mak Inong beranjak pulang, si gadis memutar kunci dan masuk kerumahnya. Dan.. Jreng jreeennggg.. disitulah ia. si koper President itu, yang membuatnya menangis pilu, berdiri tegak gagah di dalam rumahnya, pas di tengah ruangan, di depan pintu.

Gadis itu celingak celinguk lagi, apa ada yang memasukkannya dari jendela? Namun jendela tertutup rapat, terkunci dari dalam, begitu pula pintu samping dan belakang. si gadis mendekati koper itu dengan hati gedebak gedebuk, jantungnya berdetak kencang. Koper itu berada dalam keadaan sehat walafiat sakinah mawaddah warrahmah, tak kurang suatu apapun. Tak ada tanda-tanda kekerasan yang mendukung teori bahwa mungkin koper itu somehow dipaksa masuk kedalam rumah yang terkunci rapat. dengan ujung jari-jari mungilnya, si gadis membuka koper tersebut untuk melihat isinya. Dan.. tidak ada yang aneh. Susunan buku-buku, letak perlengkapan dan peralatan di dalamnya tak berubah. Masih seperti saat ia memasukkan semuanya kedalam koper saat tadi sekolah usai. 

Ia terhenyak, terduduk di samping kopernya hingga Ibunya pulang kerja tak lama kemudian. Ketika ibunya bertanya, Ia menceritakan kisah misteri si koper, selengkap-lengkapnya. Namun Ibunya tak percaya. Ia pun menghadirkan Mak Inong sebagai saksi. Namun kesaksian Mak Inong tak mampu membuat Ibunya percaya, karena Mak Inong sudah pulang ketika koper itu ditemukan. "Mungkin kamu lupa, tadi kamu sendiri yang masukin.." kata Ibunya. "Ga mungkinlah, kan ga punya kuncinya". ujar si gadis membela diri. "ya berarti kau tadi bawa kunci, trus buka pintu, masukin koper, trus keluar lagi,tutup pintu, trus mendadak hilang ingatan" ujar Mak Inong. "Allahuakbar, emang saya pemaen sinetron, pake amnesia segala". Namun ya begitulah, masih banyak orang dewasa yang menganggap anak kecil sebagai tukang ngarang. Sehingga apapun cerita si gadis, orang tuanya tak percaya dan tetap insist bahwa kisah itu tak lebih dari karangan saja atau bisa jadi anaknya amnesia beneran.

Kisah yang berlangsung 21 tahun yang lalu tersebut, adalah kisah nyata. Kisa yang sampai sekarang masih menimbulkan pertanyaan-pertanyaan tak terjawab dalam benakku. Yeah, kisah misteri si koper itu tak lain dan tak bukan adalah kisahku.. dan aku, masih memikirkannya, hingga sekarang. 



Monday, February 17, 2014

Gadis Itu Bernama Mona..




Siti Mona Humaira lengkapnya. Adikku menyebut nama itu ketika aku dan suamiku mempertanyakan skripsinya yang tak kunjung selesai dan apa gerangan yang membuatnya sibuk. Mungkin kalian bertanya-tanya kenapa aku merasa penting menulis tentang Mona. Alasannya hanya satu. Adikku menyayanginya. 

Mona pertama kali hadir kerumah kami kira-kira setahun yang lalu. Saat itu resepsi pernikahanku baru saja usai. Tidak ada yang istimewa pada dirinya. Ia terlihat sama saja seperti teman-teman adikku yang lain. Saat itupun aku sedang capek, dan tak terlalu memperhatikannya. Hanya yang sempat kulihat sekilas, ketika Mona datang, adikku menyambutnya dengan senyum maha luas. Aiihh.. istimewa sekali agaknya.

Namun Mona  datang lagi keesokan harinya. Dan besoknya, besoknya. Intensitas kunjungannya semakin sering. Dan aku mulai terganggu. Aku tidak suka Mona datang sering-sering. Alasan pertamanya tentu aku tak suka Mona menyambangi adikku, yang notabene adalah  Jejaka Muda yang sedang galau karena skripsinya belum lebih maju dari Bab 3. Menurutku Mona hanya mengacaukan fikirannya. Ditambah lagi Mona tak pernah sekalipun datang membawa cemilan (nah ini alasan egois), atau menyapa anggota keluarga lainnya untuk bersopan santun.  Plus, setiap kali  Mona kembali ke habitatnya (wallahua’lam dimana), Ia pulang meninggalkan rambut yang rontok dimana-mana. Sungguh teramat sangat jorok, menurutku gadis itu tak tahu bagaimana menjaga dirinya.

Adikku juga lebay. Setiap Mona datang Ia pasti sibuk menyajikan hidangan terbaik. Pernah aku menyindirnya “repot amat sih. Dia kan udah datang hampir tiap hari. Tamu aja dijamu Cuma 3 hari!”. Adikku senyum lagi, aku pun bertambah jijay pada Mona.

Kurang lebih setengah tahun telah berlalu, dan selama itu pula aku menyimpan rasa tak sukaku pada Mona.  Segala upaya telah aku coba untuk merayu adikku agar tak terlalu dekat dengan Mona. Mulai dari sentilan-sentilan ringan seperti “ masih banyak yang lebih kece..” atau “ urus skripsi dulu sana..” sampai pukulan telak kelubuk hatinya seperti “Apa bagusnya sih? Ga bermartabat. Asal usul ga jelas. Jorok!”. Dan reaksi adikku seperti biasa hanyalah.. senyum.

Sungguh aku mempertanyakan selera dan kredibilitasnya dalam mencari teman.

Sudah kucoba menghasut suamiku agar juga tak suka pada Mona. Namun reaksinya datar “Udah biarin aja.. Cuma begitu doang diributin.” Dan Ayah Bundaku? Percuma curhat ke mereka karena apapun yang membuat Jejaka Muda Kesayangan mereka bahagia, akan membuat mereka bahagia.  Menyadari diriku sendiri menyimpan benci, semakin gedek lah aku sama si Mona.

Pada suatu sore, Mona datang lagi. Ia memanggil-manggil adikku dengan semangat. Aku sama sekali tidak berminat keluar, meyapa dan mempersilahkannya masuk.  Aku hanya mengintip dari balik tirai kamarku sambil otakku berputar-putar memikirkan strategi menyingkirkan si Mona. Pokoknya si Mona itu mesti punah dari dunia persilatan, eh, dunia rumah ini. Aku udah muak melihatnya. Apa kulempar saja ya? Ah. Terlalu ekstrim. Aku pun memikirkan cara lain yang lebih halus tapi efektif. Kepalaku berdenyut saking kerasnya aku berfikir. Gigiku pun ikut berdenyut, tambelannya agak somplak gara-gara menggigit makanan keras, dan aku belum ke dokter gigi. Takut. Hiiii.. Halah ini cerita lari kemana sih?. Intinya aku mengintip sambil berfikir dan menyeringai jahat. Tanganku terkepal dan lengan bajuku pun telah kusingsingkan. Amboy.. gagah nian lah pokoknya.

Dan.. dalam masa berfikirku itulah, aku melihat adikku, yang semalam mengeluh habis-habisan karena jadwal seminarnya diundur lagi, yang semalam terlihat kuyu dan tak bersemangat, kini tersenyum suangat lebar pada Mona. Wajahnya berseri. Matanya berbinar. Tangannya mengembang menyambut sang Mona idaman. Mereka saling tersenyum, bertegur sapa, duduk manis dan mulai bercerita dengan ceria. Saat itulah aku tersadar. Bahwa sejijay apapun aku pada Mona, adikku menyayanginya. 

Menyingkirkan Mona hanya akan membuatnya sedih. Mana tega aku menghapus senyum selebar tampah itu dari wajahnya. Apa tega aku, ditengah-tengah kemelut fikiran adikku akan perjuangan skripsi yang tak kunjung usai, malah menghilangkan salah satu sumber kebahagiannnya tersebut (selain bakso, somay, game basket dan sahabatnya yang bernama Apes)? Aku terharu melihat hubungan yang absurd tapi manis itu.. Aku terhenyak, menyadari fikiran-fikiran buruk yang sempat terlintas di kepalaku. Aku merasa bagaikan kakak tiri Cinderella..
Sudah kuputuskan. Aku akan mencoba berdamai dengan kehadiran Mona. Adikku menyayanginya.. Titik.
Beberapa bulan kemudian, tepatnya minggu lalu. Suasana aman damai tenteram. Angin berhembus semilir, ikan di kolam berlompatan riang dan mentari tampak ramah. Bundaku tersenyum sumringah memasuki arena dapur, bersiap untuk memasak makanan kesukaan Ayah. Tiba-tiba, demi melihat sebuah tindakan barbar yang sedang terjadi di dapur, Ia terbelalak. Jantungnya melengos. Aku juga terbelalak. Tapi tidak melengos, karena aku langsung mengambil sapu dan berteriak “ Ikaaaaannnnkkuuuuuu… Monaaaaaaaa…. Dasar kucing paleeeeeeeehhhhhhhhh”.

Sang Jejaka Muda bersama Mona si Maling Ikan

 

Blog Template by BloggerCandy.com